KOMUNITAS ISLAM DI EROPA
Kaum Muslim sudah hadir di Eropa sejak awal kedatangan Islam. Sejarah kehadiran Islamsecara mapan di benua ini dimulai di Spanyol pada abad ke7. Setelah itu, berlangsung beberapa
gelombang pasang surut islamisasi di Eropa, dan yang terakhir serta terbesar adalah imigrasi
kaum Muslim ke Eropa Barat.
Setelah Perang Dunia II berakhir (1945) banyak kaum Muslim bekerja di negeri, bekas
penjajah mereka. Kini Islam sudah menjadi fenomena umum di Eropa. Generasi baru Muslim
yang lahir dan dewasa di kawasan ini pun terbentuk. Islamisasi juga terjadi dikalangan penduduk
Dalam perkembangannya, mereka menghadapi berbagai masalah yang bersifat sosial,
kultural, dan politis. Problem ini muncul akibat interaksi dengan mayoritas non Muslim serta
hubungannya dengan pemerintah di negeri masingmasing. Salah satu kantong Muslim di Eropa
adalah wilayah bekas Yugoslavia. Hingga Yugoslavia pecah (1989), jumlah mereka tidak
diketahui karena sensus terakhir tidak menanyakan agama penduduk. `Pembersihan etnik’
Muslim di BosniaHerzegovina oleh para pejuang `Serbia Raya’ juga mengakibatkan banyak
korban. Untuk wilayah Balkan, Islam berkembang paling pesat di Bosnia Herzegovina. Dari
sinilah berasal pemimpin Muslim bekas Yugoslavia. Mereka memiliki sejumlah Madrasah dan
sebuah Sekolah Tinggi Teologi Islam di Sarajevo. Mereka juga menjalin hubungan dengan
sebagian besar negara Arab dan Islam, menerbitkan publikasi Islam dan mengirim banyak
mahasiswa untuk belajar di beberapa universitas di Timur Tengah.
Komunitas Muslim Eropa. Jumlah terbesar orang Muslim di Eropa terdapat di Prancis,
sekitar 7% dari total penduduk Prancis. Mereka pada umumnya berasal dari wilayah Magribi
(Afrika Utara), kawasan utama jajahan Prancis seperti Aljazair, Maroko, dan Tunisia. Sisanya
berasal dari wilayah Afrika sub Sahara, Laut Hitam, Timur Tengah, dan Asia Tengah. Dengan
latar belakang ini, Islam di Prancis secara dominan bercorak Magribi, dan berpaham Suni.
Di Prancis ada dua organisasi Islam yang menonjol: Federation Nationale des Musulmans
de France (Federasi Nasional Muslim Prancis/FNMF) dan Union des Organisations Islamaques
de France (Serikat Organisasi Islam Prancis/UOIF). Pada 6 November 1989, pemerintah Prancis
membentuk Conseil Religieux de′Islam en France (Dewan Keagamaan Islam di Prancis/ CORIF)
yang ditugaskan melakukan kajian mengenai masalah kaum Muslim di Prancis.
Sebagian besar kaum Muslim di Jerman berasal dari Turki. Mereka berdiam di kota
industri seperti Hamburg, Bremen, dan Kiel. Ada yang sudah menjadi warga negara Jerman.
Kelompok Muslim paling aktif di Jerman adalah yang terkait dengan gerakan Islam keras dari
Turki, seperti Avrupa Islam Kultur Merkezleri Birligi (Pusat Kebudayaan Islam seEropa) atau
yang di Jerman disebut Verband Islamischer Kulturzentren (Serikat Pusat Budaya Islam).
Masjid pertama di Jerman (Frankfurt dan Hamburg) didirikan (1950an) oleh gerakan
Ahmadiyah, bersamaan dengan arus imigrasi. Pada 1980an, beberapa masjid baru didirikan.
Masjid terbesar berarsitektur Iran terletak di Pusat Kebudayaan Islam di Hamburg. Masjid tua di
Wilmersdorf (Berlin) pun direstorasi. Beberapa masjid dan pusat Islam dibangun di Achen dan
Munchen atas permintaan sejumlah warga negara Jerman yang masuk Islam.
Kaum Muslimin di Inggris terutama berasal dari India, Pakistan, dan Bangladesh, yang
sebelumnya merupakan jajahan Inggris. Pada tahun 1990, ada 452 masjid di Inggris. Salah satu
yang terbesar adalah Masjid Pusat London yang didirikan pada tahun 1977 bersama dengan
Pusat Kebudayaan Islam (Islamic Cultural Centre). Di Inggris terdapat pula The Islamic Council of
Europe (Dewan Islam Eropa), yang didirikan pada tahun 1973. Dewan ini melakukan kegiatan
studi tentang isu minoritas Muslim di Eropa. Pada tahun 1982, lembaga ini melahirkan Universal
Islamic Declaration (Deklarasi Islam Universal) dan Universal Islamic Declaration of Human
Rights (Deklarasi Islam Universal tentang Hak Asasi Manusia).
Skandinavia (Swedia, Norwegia, dan Denmark), Islandia, dan Finlandia di Eropa Utara
merupakan negeri Kristen Lutheran. Meskipun ada pengakuan legal kebebasan beragama,
agama Kristen Lutheran di kelima negara itu diakui sebagai dominasi resmi negara. Di negeri ini,
hanya ada sedikit kaum Muslimin.
Komunitas Muslim Eropa dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori: Muslim lama dan
Muslim baru. Kelompok pertama telah berdiam di negeri seperti Yunani, Bulgaria, Rumania,
Albania, Yugoslavia, Hongaria, Polandia, dan Finlandia. Dan kelompok kedua masuk lewat
imigrasi ke negeri industri Eropa Barat seperti Prancis, Jerman, Inggris, Belanda, dan Belgia,
setelah Perang Dunia II.
Generasi lama mudah mengalah dan bersikap primisif terhadap berbagai tekanan di
lingkungan baru, sedangkan generasi baru lebih asertif dan percaya diri. Dalam situasi ini, isu ras
dan agama sering bercampur. Rasisme yang makin tumbuh di Eropa mendorong mereka lebih
erat memeluk identitas keislamannya.
Beberapa Trend
Untuk memprediksi masa depan Muslim di Eropa kita perlu meninjau kecenderungan
internal dan eksternalnya. Diantara trend internal tadi adalah: (1). Komunitas Muslim memiliki
potensi demografis yang besar dengan indikasi laju pertambahan penduduk Muslim di Eropa
cukup tinggi. Bahkan sejarawan terkemuka dari Princeton, Bernard Lewis menyatakan bahwa
Eropa akan menjadi Islampaling lambatakhir abad ke21. Prediksi lain menyebutkan, sebelum
tahun 2050, paling tidak satu dari lima orang Eropa adalah Muslim (E. Osnos, 19/12/2004).
Mantan redaktur salah satu rubrik Trouw, sebuah harian di Belanda, Ton Crijnen (1999)
menyimpulkan bahwa 34 masyarakat asli Belanda dan Flanderen (Belgia belahan utara-
penduduknya berbahasa Belanda) masuk Islam per minggu. Tahun 2001, angka natalitas di
kalangan wanita Eropa Barat hanya 1,45. Sebuah penelitian memperkirakan jika angka tadi
konstan dan imigrasi dibatasi, maka jumlah penduduk EU yang 377 juta itu akan tinggal
separuhnya di akhir abad ini. Meskipun proyeksiproyeksi tadi tidak otomatis menjadiselffulfilling
prophecy karena dinamika kependudukan tidak selalu berjalan linear, tetapi setidaknya menjadi
ilustrasi terhadap potensi demografis tersebut. (2). Minoritas Muslim Eropa tidak monolitik.
Mereka sangat beragam baik dari aspek etnisitas, fikih serta aliran. Disamping mayoritas imigran,
terdapat pula penduduk asli yang Muslim. (3). Minimnya interaksi sosial dan aktivisme Muslim
dalam menyelesaikan problematika sosial seperti kriminalitas, lingkungan, narkoba, institusi
keluarga, dll. (4). Belum tuntasnya debat tentang integrasi. Mayoritas Muslim mendefinisikan
integrasi sebagai kontribusi dan partisipasi aktif dengan tetap memelihara identitas masing-
masing; sementara ada pihak yang mendefinisikan integrasi sebagai asimilasi. (5). Kurangnya
pemahaman terhadap nilainilai setempat misalnya kebebasan individu, toleransi, dan sistem
hukum yang mapan. (6). Munculnya gejala ekstrimitas di segelintir generasi muda Muslim yang
bisa terjebak dalam tindak terorisme.
Disamping itu, terdapat pula beberapa trend eksternal yang signifikan:
1) Tata dunia pasca Perang Dingin seolah menempatkan Islam sebagai pengganti hantu
komunisme. Aksi terorisme yang disangkakan pada beberapa individu Muslim, membawa
efek buruk terhadap Muslim secara keseluruhan.
2) Kecenderungan munculnya cycle of fear yang melahirkan legislasi yang instrusif untuk
menangkal teror.
3) Kebijakan imigrasi dan reunifikasikeluarga yang ketat untuk melindungi Fortress of Europe
dari serbuan imigran yang notabene banyak yang Muslim.
4) Kebijakan diskriminatif terhadap imigran khususnya dalam akses mendapatkan pendidikan
dan pekerjaan. Kerusuhan di Prancis akhir 2005 adalah klimaks dari ketimpangan tersebut.
5) Untuk mengatasi kekurangan buruh, EU cenderung merekrut pekerja dari negara yang
memiliki latar kultural yang sama dengan Eropa.
6) Politisi populis dan media cenderung mengeksploitasi isuisu negatif Islam demi suara
elektorat dan tiras.
Referensi :
Mudzakkkir, Amin. 2007. “Minoritas Kaum Migran Muslim di Belanda”, Jurnal Kajian Wilayah
Eropa, Vol. III, No. 3.
Mudzakkkir, Amin. 2013. “Sekularisme dan Identitas Muslim Eropa”, Jurnal Kajian Wilayah Eropa,
Vol. IV, No. 1.
Fetzer, Joel S. dan J. Christopher Soper. 2005.Muslims and the State in Britain, France, and
Germany. Cambridge: Cambridge University Press.
Kymlicka, Will. 2003. Kewargaan Multikultural. Jakarta: LP3ES.
Klausen, Jytee. 2008. “Counterterrorism, integration of Islam in Europe”,
http://www.speroforum.com/site/article.asp?id=6950, diakses 4 Januari 2014.
www.rancaekek.com, diakses 4 Januari 2014.