SEJARAH
DAN KEBUDAYAAN ISLAM KAWASAN
EROPA
Komunitas Islam Di Eropa
Oleh :
Alan
Zuhri
1111022000058
KOMUNITAS
ISLAM DI EROPA
Kaum Muslim sudah hadir di Eropa
sejak awal kedatangan Islam. Sejarah kehadiran Islam secara mapan di benua ini
dimulai di Spanyol pada abad ke-7. Setelah itu, berlangsung beberapa gelombang
pasang surut islamisasi di Eropa, dan yang terakhir serta terbesar adalah imigrasi
kaum Muslim ke Eropa Barat.
Setelah Perang Dunia II berakhir
(1945) banyak kaum Muslim bekerja di negeri, bekas penjajah mereka. Kini Islam
sudah menjadi fenomena umum di Eropa. Generasi baru Muslim yang lahir dan
dewasa di kawasan ini pun terbentuk. Islamisasi juga terjadi dikalangan
penduduk asli.
Dalam perkembangannya, mereka
menghadapi berbagai masalah yang bersifat sosial, kultural, dan politis.
Problem ini muncul akibat interaksi dengan mayoritas non Muslim serta
hubungannya dengan pemerintah di negeri masing-masing. Salah satu kantong Muslim
di Eropa adalah wilayah bekas Yugoslavia. Hingga Yugoslavia pecah (1989),
jumlah mereka tidak diketahui karena sensus terakhir tidak menanyakan agama
penduduk. `Pembersihan etnik’ Muslim di Bosnia-Herzegovina oleh para pejuang
`Serbia Raya’ juga mengakibatkan banyak korban. Untuk wilayah Balkan, Islam
berkembang paling pesat di Bosnia Herzegovina. Dari sinilah berasal pemimpin Muslim
bekas Yugoslavia. Mereka memiliki sejumlah Madrasah dan sebuah Sekolah Tinggi
Teologi Islam di Sarajevo. Mereka juga menjalin hubungan dengan sebagian besar
negara Arab dan Islam, menerbitkan publikasi Islam dan mengirim banyak
mahasiswa untuk belajar di beberapa universitas di Timur Tengah.
Komunitas Muslim Eropa. Jumlah terbesar orang Muslim di
Eropa terdapat di Prancis, sekitar 7% dari total penduduk Prancis. Mereka pada
umumnya berasal dari wilayah Magribi (Afrika Utara), kawasan utama jajahan
Prancis seperti Aljazair, Maroko, dan Tunisia. Sisanya berasal dari wilayah
Afrika sub Sahara, Laut Hitam, Timur Tengah, dan Asia Tengah. Dengan latar
belakang ini, Islam di Prancis secara dominan bercorak Magribi, dan berpaham
Suni.
Di Prancis ada dua organisasi
Islam yang menonjol: Federation Nationale des Musulmans de France (Federasi
Nasional Muslim Prancis/FNMF) dan Union des Organisations Islamaques de
France (Serikat Organisasi Islam Prancis/UOIF). Pada 6 November 1989,
pemerintah Prancis membentuk Conseil Religieux de′Islam en France (Dewan
Keagamaan Islam di Prancis/ CORIF) yang ditugaskan melakukan kajian mengenai
masalah kaum Muslim di Prancis.
Sebagian besar kaum Muslim di
Jerman berasal dari Turki. Mereka berdiam di kota industri seperti Hamburg,
Bremen, dan Kiel. Ada yang sudah menjadi warga negara Jerman. Kelompok Muslim
paling aktif di Jerman adalah yang terkait dengan gerakan Islam keras dari
Turki, seperti Avrupa Islam Kultur Merkezleri Birligi (Pusat Kebudayaan
Islam se-Eropa) atau yang di Jerman disebut Verband Islamischer
Kulturzentren (Serikat Pusat Budaya Islam).
Masjid pertama di Jerman
(Frankfurt dan Hamburg) didirikan (1950-an) oleh gerakan Ahmadiyah, bersamaan
dengan arus imigrasi. Pada 1980-an, beberapa masjid baru didirikan. Masjid
terbesar berarsitektur Iran terletak di Pusat Kebudayaan Islam di Hamburg.
Masjid tua di Wilmersdorf (Berlin) pun direstorasi. Beberapa masjid dan pusat
Islam dibangun di Achen dan Munchen atas permintaan sejumlah warga negara
Jerman yang masuk Islam.
Kaum Muslimin di Inggris terutama
berasal dari India, Pakistan, dan Bangladesh, yang sebelumnya merupakan jajahan
Inggris. Pada tahun 1990, ada 452 masjid di Inggris. Salah satu yang terbesar
adalah Masjid Pusat London yang didirikan pada tahun 1977 bersama dengan Pusat
Kebudayaan Islam (Islamic Cultural Centre). Di Inggris terdapat pula The Islamic
Council of Europe (Dewan Islam Eropa), yang didirikan pada tahun 1973.
Dewan ini melakukan kegiatan studi tentang isu minoritas Muslim di Eropa. Pada
tahun 1982, lembaga ini melahirkan Universal Islamic Declaration
(Deklarasi Islam Universal) dan Universal Islamic Declaration of Human
Rights (Deklarasi Islam Universal tentang Hak Asasi Manusia).
Skandinavia (Swedia, Norwegia, dan
Denmark), Islandia, dan Finlandia di Eropa Utara merupakan negeri Kristen
Lutheran. Meskipun ada pengakuan legal kebebasan beragama, agama Kristen
Lutheran di kelima negara itu diakui sebagai dominasi resmi negara. Di negeri
ini, hanya ada sedikit kaum Muslimin.
Komunitas Muslim Eropa dapat
dikelompokkan ke dalam dua kategori: Muslim lama dan Muslim baru. Kelompok
pertama telah berdiam di negeri seperti Yunani, Bulgaria, Rumania, Albania,
Yugoslavia, Hongaria, Polandia, dan Finlandia. Dan kelompok kedua masuk lewat
imigrasi ke negeri industri Eropa Barat seperti Prancis, Jerman, Inggris,
Belanda, dan Belgia, setelah Perang Dunia II.
Generasi lama mudah mengalah dan
bersikap primisif terhadap berbagai tekanan di lingkungan baru, sedangkan
generasi baru lebih asertif dan percaya diri. Dalam situasi ini, isu ras dan
agama sering bercampur. Rasisme yang makin tumbuh di Eropa mendorong mereka
lebih erat memeluk identitas keislamannya.
Beberapa
Trend
Untuk memprediksi masa depan Muslim
di Eropa kita perlu meninjau kecenderungan internal dan eksternalnya. Diantara trend
internal tadi adalah: (1). Komunitas Muslim memiliki potensi demografis yang
besar dengan indikasi laju pertambahan penduduk Muslim di Eropa cukup tinggi.
Bahkan sejarawan terkemuka dari Princeton, Bernard Lewis menyatakan bahwa Eropa
akan menjadi Islam-paling lambat-akhir abad ke-21. Prediksi lain menyebutkan,
sebelum tahun 2050, paling tidak satu dari lima orang Eropa adalah Muslim (E.
Osnos, 19/12/2004). Mantan redaktur salah satu rubrik Trouw, sebuah
harian di Belanda, Ton Crijnen (1999) menyimpulkan bahwa 3-4 masyarakat asli
Belanda dan Flanderen (Belgia belahan utara-penduduknya berbahasa Belanda)
masuk Islam per minggu. Tahun 2001, angka natalitas di kalangan wanita Eropa
Barat hanya 1,45. Sebuah penelitian memperkirakan jika angka tadi konstan dan
imigrasi dibatasi, maka jumlah penduduk EU yang 377 juta itu akan tinggal
separuhnya di akhir abad ini. Meskipun proyeksi-proyeksi tadi tidak otomatis
menjadiself-fulfilling prophecy karena dinamika kependudukan tidak selalu
berjalan linear, tetapi setidaknya menjadi ilustrasi terhadap potensi
demografis tersebut. (2). Minoritas Muslim Eropa tidak monolitik. Mereka sangat
beragam baik dari aspek etnisitas, fikih serta aliran. Disamping mayoritas imigran,
terdapat pula penduduk asli yang Muslim. (3). Minimnya interaksi sosial dan
aktivisme Muslim dalam menyelesaikan problematika sosial seperti kriminalitas,
lingkungan, narkoba, institusi keluarga, dll. (4). Belum tuntasnya debat
tentang integrasi. Mayoritas Muslim mendefinisikan integrasi sebagai kontribusi
dan partisipasi aktif dengan tetap memelihara identitas masing-masing;
sementara ada pihak yang mendefinisikan integrasi sebagai asimilasi. (5).
Kurangnya pemahaman terhadap nilai-nilai setempat misalnya kebebasan individu,
toleransi, dan sistem hukum yang mapan. (6). Munculnya gejala ekstrimitas di
segelintir generasi muda Muslim yang bisa terjebak dalam tindak terorisme.
Disamping itu, terdapat pula
beberapa trend eksternal yang signifikan:
1) Tata dunia
pasca Perang Dingin seolah menempatkan Islam sebagai pengganti hantu komunisme.
Aksi terorisme yang disangkakan pada beberapa individu Muslim, membawa efek
buruk terhadap Muslim secara keseluruhan.
2) Kecenderungan
munculnya cycle of fear yang melahirkan legislasi yang instrusif untuk
menangkal teror.
3) Kebijakan
imigrasi dan reunifikasi-keluarga yang ketat untuk melindungi Fortress of
Europe dari serbuan imigran yang notabene banyak yang Muslim.
4) Kebijakan
diskriminatif terhadap imigran khususnya dalam akses mendapatkan pendidikan dan
pekerjaan. Kerusuhan di Prancis akhir 2005 adalah klimaks dari ketimpangan
tersebut.
5) Untuk
mengatasi kekurangan buruh, EU cenderung merekrut pekerja dari negara yang
memiliki latar kultural yang sama dengan Eropa.
6) Politisi
populis dan media cenderung mengeksploitasi isu-isu negatif Islam demi suara
elektorat dan tiras.
Referensi :
Mudzakkkir, Amin. 2007. “Minoritas Kaum Migran Muslim di
Belanda”, Jurnal Kajian Wilayah Eropa, Vol. III, No. 3.
Mudzakkkir, Amin. 2013. “Sekularisme dan Identitas Muslim Eropa”,
Jurnal Kajian Wilayah Eropa, Vol. IV, No. 1.
Fetzer, Joel S. dan J. Christopher Soper. 2005.Muslims and the
State in Britain, France, and Germany. Cambridge: Cambridge University
Press.
Kymlicka, Will. 2003. Kewargaan Multikultural. Jakarta:
LP3ES.
Klausen, Jytee. 2008. “Counterterrorism, integration of Islam in
Europe”, http://www.speroforum.com/site/article.asp?id=6950,
diakses 4 Januari 2014.
www.rancaekek.com, diakses
4 Januari 2014.