Rabu, 12 Februari 2014

SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM KAWASAN
EROPA
Komunitas Islam Di Eropa
Oleh :
Alan Zuhri
1111022000058
KOMUNITAS ISLAM DI EROPA
Kaum Muslim sudah hadir di Eropa sejak awal kedatangan Islam. Sejarah kehadiran Islam secara mapan di benua ini dimulai di Spanyol pada abad ke-7. Setelah itu, berlangsung beberapa gelombang pasang surut islamisasi di Eropa, dan yang terakhir serta terbesar adalah imigrasi kaum Muslim ke Eropa Barat.
Setelah Perang Dunia II berakhir (1945) banyak kaum Muslim bekerja di negeri, bekas penjajah mereka. Kini Islam sudah menjadi fenomena umum di Eropa. Generasi baru Muslim yang lahir dan dewasa di kawasan ini pun terbentuk. Islamisasi juga terjadi dikalangan penduduk asli.
Dalam perkembangannya, mereka menghadapi berbagai masalah yang bersifat sosial, kultural, dan politis. Problem ini muncul akibat interaksi dengan mayoritas non Muslim serta hubungannya dengan pemerintah di negeri masing-masing. Salah satu kantong Muslim di Eropa adalah wilayah bekas Yugoslavia. Hingga Yugoslavia pecah (1989), jumlah mereka tidak diketahui karena sensus terakhir tidak menanyakan agama penduduk. `Pembersihan etnik’ Muslim di Bosnia-Herzegovina oleh para pejuang `Serbia Raya’ juga mengakibatkan banyak korban. Untuk wilayah Balkan, Islam berkembang paling pesat di Bosnia Herzegovina. Dari sinilah berasal pemimpin Muslim bekas Yugoslavia. Mereka memiliki sejumlah Madrasah dan sebuah Sekolah Tinggi Teologi Islam di Sarajevo. Mereka juga menjalin hubungan dengan sebagian besar negara Arab dan Islam, menerbitkan publikasi Islam dan mengirim banyak mahasiswa untuk belajar di beberapa universitas di Timur Tengah.
Komunitas Muslim Eropa. Jumlah terbesar orang Muslim di Eropa terdapat di Prancis, sekitar 7% dari total penduduk Prancis. Mereka pada umumnya berasal dari wilayah Magribi (Afrika Utara), kawasan utama jajahan Prancis seperti Aljazair, Maroko, dan Tunisia. Sisanya berasal dari wilayah Afrika sub Sahara, Laut Hitam, Timur Tengah, dan Asia Tengah. Dengan latar belakang ini, Islam di Prancis secara dominan bercorak Magribi, dan berpaham Suni.
Di Prancis ada dua organisasi Islam yang menonjol: Federation Nationale des Musulmans de France (Federasi Nasional Muslim Prancis/FNMF) dan Union des Organisations Islamaques de France (Serikat Organisasi Islam Prancis/UOIF). Pada 6 November 1989, pemerintah Prancis membentuk Conseil Religieux de′Islam en France (Dewan Keagamaan Islam di Prancis/ CORIF) yang ditugaskan melakukan kajian mengenai masalah kaum Muslim di Prancis.
Sebagian besar kaum Muslim di Jerman berasal dari Turki. Mereka berdiam di kota industri seperti Hamburg, Bremen, dan Kiel. Ada yang sudah menjadi warga negara Jerman. Kelompok Muslim paling aktif di Jerman adalah yang terkait dengan gerakan Islam keras dari Turki, seperti Avrupa Islam Kultur Merkezleri Birligi (Pusat Kebudayaan Islam se-Eropa) atau yang di Jerman disebut Verband Islamischer Kulturzentren (Serikat Pusat Budaya Islam).
Masjid pertama di Jerman (Frankfurt dan Hamburg) didirikan (1950-an) oleh gerakan Ahmadiyah, bersamaan dengan arus imigrasi. Pada 1980-an, beberapa masjid baru didirikan. Masjid terbesar berarsitektur Iran terletak di Pusat Kebudayaan Islam di Hamburg. Masjid tua di Wilmersdorf (Berlin) pun direstorasi. Beberapa masjid dan pusat Islam dibangun di Achen dan Munchen atas permintaan sejumlah warga negara Jerman yang masuk Islam.
Kaum Muslimin di Inggris terutama berasal dari India, Pakistan, dan Bangladesh, yang sebelumnya merupakan jajahan Inggris. Pada tahun 1990, ada 452 masjid di Inggris. Salah satu yang terbesar adalah Masjid Pusat London yang didirikan pada tahun 1977 bersama dengan Pusat Kebudayaan Islam (Islamic Cultural Centre). Di Inggris terdapat pula The Islamic Council of Europe (Dewan Islam Eropa), yang didirikan pada tahun 1973. Dewan ini melakukan kegiatan studi tentang isu minoritas Muslim di Eropa. Pada tahun 1982, lembaga ini melahirkan Universal Islamic Declaration (Deklarasi Islam Universal) dan Universal Islamic Declaration of Human Rights (Deklarasi Islam Universal tentang Hak Asasi Manusia).
Skandinavia (Swedia, Norwegia, dan Denmark), Islandia, dan Finlandia di Eropa Utara merupakan negeri Kristen Lutheran. Meskipun ada pengakuan legal kebebasan beragama, agama Kristen Lutheran di kelima negara itu diakui sebagai dominasi resmi negara. Di negeri ini, hanya ada sedikit kaum Muslimin.
Komunitas Muslim Eropa dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori: Muslim lama dan Muslim baru. Kelompok pertama telah berdiam di negeri seperti Yunani, Bulgaria, Rumania, Albania, Yugoslavia, Hongaria, Polandia, dan Finlandia. Dan kelompok kedua masuk lewat imigrasi ke negeri industri Eropa Barat seperti Prancis, Jerman, Inggris, Belanda, dan Belgia, setelah Perang Dunia II.
Generasi lama mudah mengalah dan bersikap primisif terhadap berbagai tekanan di lingkungan baru, sedangkan generasi baru lebih asertif dan percaya diri. Dalam situasi ini, isu ras dan agama sering bercampur. Rasisme yang makin tumbuh di Eropa mendorong mereka lebih erat memeluk identitas keislamannya.
Beberapa Trend
Untuk memprediksi masa depan Muslim di Eropa kita perlu meninjau kecenderungan internal dan eksternalnya. Diantara trend internal tadi adalah: (1). Komunitas Muslim memiliki potensi demografis yang besar dengan indikasi laju pertambahan penduduk Muslim di Eropa cukup tinggi. Bahkan sejarawan terkemuka dari Princeton, Bernard Lewis menyatakan bahwa Eropa akan menjadi Islam-paling lambat-akhir abad ke-21. Prediksi lain menyebutkan, sebelum tahun 2050, paling tidak satu dari lima orang Eropa adalah Muslim (E. Osnos, 19/12/2004). Mantan redaktur salah satu rubrik Trouw, sebuah harian di Belanda, Ton Crijnen (1999) menyimpulkan bahwa 3-4 masyarakat asli Belanda dan Flanderen (Belgia belahan utara-penduduknya berbahasa Belanda) masuk Islam per minggu. Tahun 2001, angka natalitas di kalangan wanita Eropa Barat hanya 1,45. Sebuah penelitian memperkirakan jika angka tadi konstan dan imigrasi dibatasi, maka jumlah penduduk EU yang 377 juta itu akan tinggal separuhnya di akhir abad ini. Meskipun proyeksi-proyeksi tadi tidak otomatis menjadiself-fulfilling prophecy karena dinamika kependudukan tidak selalu berjalan linear, tetapi setidaknya menjadi ilustrasi terhadap potensi demografis tersebut. (2). Minoritas Muslim Eropa tidak monolitik. Mereka sangat beragam baik dari aspek etnisitas, fikih serta aliran. Disamping mayoritas imigran, terdapat pula penduduk asli yang Muslim. (3). Minimnya interaksi sosial dan aktivisme Muslim dalam menyelesaikan problematika sosial seperti kriminalitas, lingkungan, narkoba, institusi keluarga, dll. (4). Belum tuntasnya debat tentang integrasi. Mayoritas Muslim mendefinisikan integrasi sebagai kontribusi dan partisipasi aktif dengan tetap memelihara identitas masing-masing; sementara ada pihak yang mendefinisikan integrasi sebagai asimilasi. (5). Kurangnya pemahaman terhadap nilai-nilai setempat misalnya kebebasan individu, toleransi, dan sistem hukum yang mapan. (6). Munculnya gejala ekstrimitas di segelintir generasi muda Muslim yang bisa terjebak dalam tindak terorisme.
Disamping itu, terdapat pula beberapa trend eksternal yang signifikan:
1)    Tata dunia pasca Perang Dingin seolah menempatkan Islam sebagai pengganti hantu komunisme. Aksi terorisme yang disangkakan pada beberapa individu Muslim, membawa efek buruk terhadap Muslim secara keseluruhan.
2)    Kecenderungan munculnya cycle of fear yang melahirkan legislasi yang instrusif untuk menangkal teror.
3)    Kebijakan imigrasi dan reunifikasi-keluarga yang ketat untuk melindungi Fortress of Europe dari serbuan imigran yang notabene banyak yang Muslim.
4)    Kebijakan diskriminatif terhadap imigran khususnya dalam akses mendapatkan pendidikan dan pekerjaan. Kerusuhan di Prancis akhir 2005 adalah klimaks dari ketimpangan tersebut.
5)    Untuk mengatasi kekurangan buruh, EU cenderung merekrut pekerja dari negara yang memiliki latar kultural yang sama dengan Eropa.
6)    Politisi populis dan media cenderung mengeksploitasi isu-isu negatif Islam demi suara elektorat dan tiras.




Referensi :
Mudzakkkir, Amin. 2007. “Minoritas Kaum Migran Muslim di Belanda”, Jurnal Kajian Wilayah Eropa, Vol. III, No. 3.
Mudzakkkir, Amin. 2013. “Sekularisme dan Identitas Muslim Eropa”, Jurnal Kajian Wilayah Eropa, Vol. IV, No. 1.
Fetzer, Joel S. dan J. Christopher Soper. 2005.Muslims and the State in Britain, France, and Germany. Cambridge: Cambridge University Press.
Kymlicka, Will. 2003. Kewargaan Multikultural. Jakarta: LP3ES.
Klausen, Jytee. 2008. “Counterterrorism, integration of Islam in Europe”, http://www.speroforum.com/site/article.asp?id=6950, diakses 4 Januari 2014.
www.rancaekek.com, diakses 4 Januari 2014.